Rabu, 30 Oktober 2019

Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Wawan Setiawan Tirta
Pada pembastaran dihibrid, fenotipe F2 terdiri atas 4 macam, dengan ratio 9:3:3:1. Perbandingan tersebut bersifat umum dan akan selalu demikian, apabila setiap gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan karakter. Dalam kenyataannya, para ilmuwan sering menemukan angka perbandingan lain, yang sekilas tampak berbeda dan menyimpang dari hukum Mendel, seperti perbandingan fenotipe F2 dari persilangan dihibrid diperoleh 9:3:4:9:7, 12:3:1:9:6:1, 15:1 dan lain-lain. Apabila dicermati, ternyata, angka-angka yang muncul tersebut merupakan hasil penggabungan dari angka yang dikemukakan oleh Mendel.

Berikut adalah beberapa peristiwa mengenai perubahan atau penyimpangan yang terjadi pada gen atau kromosom, sehingga hasil perkawinan suatu pasangan induk seolah-olah menyimpang dari hukum Mendel. Apabila diteliti lebih lanjut, ternyata angka-angka perbandingan itu tidak lain adalah penggabungan dari beberapa angka perbandingan yang semula ditemukan oleh Mendel, yaitu (9+3) : 3 : 1, 9 : 3 : (3+1), 9 : (3+3+1), 9 : (3+3): 1, (9+3+3) : 1, dan seterusnya. Karena alasan itulah maka disebut penyimpangan semu.

a. Atavisme (Interaksi Gen)
Atavisme atau interaksi bentuk pada pial (jengger) ayam diungkap pertama kali oleh W. Bateson dan R.C. Punnet. Karakter jengger tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh dua gen yang berinteraksi. Pada beberapa jenis ayam, gen R mengatur jengger untuk bentuk ros, gen P untuk fenotipe pea, gen R dan gen P jika bertemu membentuk fenotipe walnut. Adapun gen r bertemu p menimbulkan fenotipe singel.
 Perbandingan tersebut bersifat umum dan akan selalu demikian Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Parental 1 Fenotipe:♂rosXpea♀
Genotipe:RRpprrPP
Gamet:RprP
F1 Fenotipe:RrPp
Genotipe:walnut
F1 x F1 Genotipe:RrPpxRrPp
Gamet:RP, rP, Rp, rpRp, rP, Rp, rp
F2
Gamet RPrPRprp
RP RRPP
(walnut)
RrPP
(walnut)
RRPp
(walnut)
RrPp
(walnut)
rP RrPP
(walnut)
rrPP
(pea)
RrPp
(walnut)
rrPp
(pea)
Rp RRPp
(walnut)
RrPp
(walnut)
RRpp
(ros)
Rrpp
(ros)
rp RrPp
(walnut)
rrPp
(pea)
Rrpp
(ros)
rrpp
(single)
Berdasarkan hasil persilangan tersebut, kita mendapatkan rasio fenotipe sebagai berikut: 9 Walnut : 3 Ros : 3 Pea : 1 Singel.

Berbeda dengan persilangan yang dilakukan oleh Mendel dengan kacang ercisnya maka sifat dua buah bentuk jengger dalam satu ayam sangatlah ganjil. Dengan adanya interaksi antara dua gen dominan dan gen resesif seluruhnya akan menghasilkan variasi fenotipe baru, yakni ros dan pea. Gen dominan R yang berinteraksi dengan gen resesif P akan menghasilkan bentuk jengger ros dan gen resesif r yang bertemu dengan gen dominan P akan menghasilkan bentuk jengger pea. Perbedaan bentuk jengger ayam ini dinamakan dengan atavisme

b. Kriptomeri
Kriptomeri adalah gen dominan yang seolah-olah tersembunyi apabila berdiri sendiri-sendiri dan pengaruhnya baru tampak apabila bersama-sama dengan gen dominan lainnya. Peristiwa ini pertama kali diamati oleh Correns pada saat pertama kali mendapatkan hasil perbandingan persilangan bunga Linaria maroccana dari galur alaminya yaitu warna merah dan putih. Hasil F1 dari persilangan tersebut ternyata menghasilkan bunga berwarna ungu seluruhnya.

Dari hasil persilangan antara generasi F1 berwarna ungu ini, dihasilkan generasi Linaria maroccana dengan perbandingan F2 keseluruhan antara bunga warna ungu : merah : putih adalah 9 : 3 : 4.

Setelah dilakukan penelitian, warna bunga merah ini disebabkan oleh antosianin, yakni suatu pigmen yang berada dalam bunga. Bunga berwarna merah diidentifikasi sebagai bunga yang tidak memiliki antosianin. Dari penelitian lebih jauh, ternyata warna merah disebabkan oleh antosianin yang hadir dalam kondisi sel yang asam dan jika hadir dalam kondisi basa akan dihasilkan bunga dengan warna ungu. Bunga tanpa antosianin akan tetap berwarna putih jika hadir dalam kondisi asam ataupun basa. Bunga merah ini bersifat dominan terhadap bunga putih yang tidak berantosianin.

Jika kita misalkan bunga dengan antosianin adalah A dan bunga tanpa antosianin adalah a, sedangkan pengendali sifat sitoplasma basa adalah B dan pengendali sitoplasma bersuasana asam adalah b, persilangan antara bunga putih dengan bunga merah hingga dihasilkan keturunan kedua adalah sebagai berikut.
Parental 1 Fenotipe:♂merahXputih♀
Genotipe:AAbbaaBB
Gamet:AbaB
F1 Fenotipe:AaBb
Genotipe:ungu
F1 x F1 Genotipe:AaBbxAaBb
Gamet:AB, Ab, aB, abAB, Ab, aB, ab
F2
Gamet ABAbaBab
AB AABB
(ungu)
AABb
(ungu)
AaBB
(ungu)
AaBb
(ungu)
Ab AABb
(ungu)
AAbb
(merah)
AaBb
(ungu)
Aabb
(merah)
aB AaBB
(ungu)
AaBb
(ungu)
aaBB
(putih)
aaBb
(putih)
ab AaBb
(ungu)
Aabb
(merah)
aaBb
(putih)
aabb
(putih)
AABB, 2 AABb 2 AaBB, 4 AaBb = 9 ungu
AAbb, 2 Aabb = 3 merah
aaBB, 2 aaBb, aabb = 4 putih

c. Polimeri
Sifat yang muncul pada pembastaran heterozigot dengan sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri tetapi mempengaruhi karakter dan bagian organ tubuh yang sama dari suatu organisme disebut polimeri. Salah satu tujuan dari persilangan adalah mengha silkan varietas yang diinginkan atau hadirnya varietas baru. Dari persilangan yang dilakukan oleh Nelson Ehle pada gandum dengan warna biji merah dengan putih, ia menemukan variasi warna merah yang dihasilkan pada keturunannya.

Peristiwa ini mirip dengan persilangan dihibrid tidak dominan sempurna yang menghasilkan warna peralihan seperti merah muda. Hanya saja, warna yang dihasilkan ini tidak hanya dikontrol oleh satu pasang gen saja, melainkan oleh dua gen yang berbeda lokus, namun masih memengaruhi terhadap sifat yang sama. Peristiwa ini dinamakan dengan polimeri. Pada contoh kasus persilangan antara biji gandum berwarna merah dengan biji gandum berwarna putih dapat Anda perhatikan pada bagan berikut.
Parental 1 Fenotipe:♂merahXputih♀
Genotipe:M1M1M2M2m1m1m2m2
Gamet:M1M2m1m2
F1 Fenotipe:M1m1M2m2
Genotipe:merah
F1 x F1 Genotipe:M1m1M2m2xM1m1M2m2
Gamet:M1M2, M1m2, m1M2, m1m2
F2
Gamet M1M2M1m2m1M2m1m2
M1M2 M1M1 M2M2
(merah)
M1M1 M2m2
(merah)
M1m1 M2M2
(merah)
M1m1 M2m2
(merah)
M1m2 M1M1 M2m2
(merah)
M1M1 m2m2
(merah)
M1m1 M1m2
(merah)
M1m1 m2m2
(merah)
m1M2 M1m1 M2M2
(merah)
M1m1 M2m2
(merah)
m1m1 M2M2
(merah)
m1m1 M2m2
(merah)
m1m2 M1m1 M2m2
(merah)
M1m1 m2m2
(merah)
m1m1 M2m2
(merah)
m1m1 m2m2
(putih)

Hasil persilangan di atas menghasilkan perbandingan fenotipe 15 kulit biji berwarna merah dan hanya satu kulit biji berwarna putih. Warna merah dihasilkan oleh gen dominan yang terkandung di dalam gandum tersebut, baik M1 maupun M2.

Pada kenyataannya, warna merah yang dihasilkan sangat bervariasi, mulai dari warna merah tua, merah sedang, merah muda, hingga merah pudar mendekati putih. Semakin banyak gen dominan yang menyusunnya, semakin merah juga warna kulit gandum tersebut.
Jumlah Gen
Dominan
GenotipeFenotipePerbandingan
4M1M1M2M2Merah tua1/16
3M1M1M2m2,
M1m1M2M2,
M1M1M2m2,
M1m1M2M2
Merah agak tua4/16
2M1m1M2m2
M1M1m2m2
M1m1M2m2
M1m1M2m2
m1m1M2M2
M1m1M2m2
Merah muda6/16
1M1m1m2m2
m1m1M2m2
M1m1m2m2
m1m1M2m2
Merah pudar4/16
0m1m1m2m2Putih4/16
Peristiwa polimeri ini melibatkan beberapa gen yang berada di dalam lokus berbeda namun memengaruhi satu sifat yang sama. Pada kasus warna kulit biji gandum ini, efek dari hadirnya gen dominan bersifat akumulatif terhadap penampakan warna merah. Jadi, semakin banyak gen dominan pada organisme, akan semakin merah juga dihasilkan warna kulit biji gandumnya.

d. Epistasis dan Hipostasis
Dalam interaksi beberapa gen ini, kadang salah satu gen bersifat menutupi baik terhadap alelnya dan alel lainnya. Sifat ini dikenal dengan nama epistasis dan hipostatis. Epistasis adalah sifat yang menutupi, sedangkan hipostasis adalah sifat yang ditutupi.

Pasangan gen yang menutup sifat lain tersebut dapat berupa gen resesif atau gen dominan. Apabila pasangan gen dominan yang menyebabkan epistasis, prosesnya dinamakan dengan epistasis dominan, sedangkan jika penyebabnya adalah pasangan gen resesif, prosesnya dinamakan dengan epistasis resesif. Peristiwa epistasis ini dapat ditemukan pada pembentukan warna biji tanaman sejenis gandum dan pembentukan warna kulit labu (Cucurbita pepo).

Pada pembentukan warna kulit biji gandum, Nelson Ehle menyilangkan dua varietas gandum warna kulit biji hitam dengan warna kulit biji kuning. Nelson Ehle adalah seorang peneliti yang pertama kali mengamati pengaruh epistasis dan hipostatis pada pembentukan warna kulit biji gandum. Hasil pengamatannya menunjukkan bahwa 100% warna kulit biji yang dihasilkan adalah hitam.

Pada persilangan sesama F2, dihasilkan gandum dengan kulit biji berwarna hitam, kuning, dan putih. Perbandingan fenotipenya dapat diperhatikan pada diagram persilangan berikut ini.
Parental 1 Fenotipe:hitamXputih
Genotipe:HHkkhhKK
Gamet:HkhK
F1 Fenotipe:HhKk
Genotipe:hitam
F1 x F1 Genotipe:HhKkxHhKk
Gamet:Hk, hK, Hk, hkHk, hK, Hk, hk
F2
Gamet HKHkhKhk
HK HHKK
(hitam)
HHKk
(hitam)
HhKK
(hitam)
HhKk
(hitam)
Hk HHKk
(hitam)
HHkk
(hitam)
HhKk
(hitam)
Hhkk
(hitam)
hK HhKK
(hitam)
HhKk
(hitam)
hhKK
(kuning)
hhKk
(kuning)
hk HhKk
(hitam)
Hhkk
(hitam)
hhKk
(kuning)
hhkk
(putih)

Dari diagram tersebut dapat kita peroleh perbandingan fenotipenya, yaitu 12 hitam : 3 kuning : 1 putih. Dapat dilihat pada persilangan ini, setiap kemunculan gen H dominan maka fenotipe yang dihasilkannya adalah langsung warna biji hitam. Warna biji kuning hanya akan hadir apabila gen dominan K bertemu dengan gen resesif h, sedangkan warna putih disebabkan oleh interaksi sesama gen resesif. Dengan demikian, gen dominan H bersifat epistasis terhadap gen K sehingga peristiwa ini dinamakan dengan epistasis dominan.

e. Komplementer
Salah satu tipe interaksi gen-gen pada organisme adalah saling mendukung munculnya suatu fenotipe atau sifat. W. Bateson dan R.C. Punnet yang bekerja pada bunga Lathyrus adoratus menemukan kenyataan ini. Mereka melakukan persilangan sesama bunga putih dan menghasilkan keturunan F2 bunga berwana ungu seluruhnya. Pada persilangan bunga-bunga berwarna ungu F2, ternyata dihasilkan bunga dengan warna putih dalam jumlah yang banyak dan berbeda dengan perkiraan sebelumnya, baik hukum Mendel atau sifat kriptomeri.

Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh keduanya mengungkapkan ada dua gen yang berinteraksi memengaruhi warna bunga, yakni gen yang mengontrol munculnya bahan pigmen (C) dan gen yang mengaktifkan bahan tersebut (P). Jika keduanya tidak hadir bersamaan, tentu tidak saling melengkapi antara sifat satu dengan yang lainnya dan menghasilkan bunga dengan warna putih (tidak berpigmen). Apabila tidak ada bahan pigmen, tentu tidak akan muncul warna, meskipun ada bahan pengaktif pigmennya. Begitupun sebaliknya, apabila tidak ada pengaktif pigmen maka pigmen yang telah ada tidak akan dimunculkan dan tetap menghasilkan bunga tanpa pigmen (berwarna putih). Persilangan yang dilakukan oleh Bateson dan Punnet dapat diamati pada diagram berikut ini.

Parental 1 Fenotipe:putihXputih
Genotipe:ccPPCCpp
Gamet:cPCp
F1 Fenotipe:CcPp
Genotipe:ungu
F1 x F1 Genotipe:CcPpxCcPp
Gamet:CP, Cp, cP, cpCP, Cp, cP, cp
F2
Gamet CPCpcPcp
CP CCPP
(ungu)
CCPp
(ungu)
CcPP
(ungu)
CcPp
(ungu)
Cp CCPp
(ungu)
CCpp
(ungu))
CcPp
(ungu)
Ccpp
(albino)
cP CcPP
(ungu)
CcPp
(ungu)
ccPP
(krem)
ccPp
(krem)
cp CcPp
(ungu)
Ccpp
(putih)
ccPp
(krem)
ccpp
(albino)
Sifat yang dihasilkan oleh interaksi gen yang saling melengkapi dan bekerja sama ini dinamakan dengan komplementer. Ketidakhadiran sifat dominan pada suatu pasangan gen tidak akan memunculkan sifat fenotipe dan hanya akan muncul apabila hadir bersama-sama dalam pasangan gen dominannya.